30 Kebiasaan dan Kemampuan Pemimpin Sejati yang Wajib Dimiliki Setiap Orang Sukses

Sabtu, 19 Maret 2011

It's All in Your MIND

His name is Roger Crawford. He makes his living as a consultant and public speaker. He is written 2 books, and travels all across the country working with Fortune 500 companies, national and state associations, and school districts.

Those aren't bad credentials. but if that doesn't impress you, how about this: before becoming a consultant, he was a varsity tennis player for Loyola Marymount University and latter became a professional tennis player certified by the US Pro Tennis Association. Still not impressed? Would you change your opinion if I told you Roger has no hands and only one foot.

Chances are that the adversity in your life has been nowhere near as difficut as Roger Crawford's has been. And that's why his story is such an inspiration. Roger maintains, "Handicaps can only disable us if we let them. This is true not only of physical challenges, but of emotional and intellectual ones as well. I believe that real and lasting limitations are created in our minds, not our bodies"

(From FAILING FORWARD by Dr. John C.Maxwell)

Kamis, 17 Maret 2011

Pemimpin Besar

Dunia kepemimpinan menggolongkan manusia ke dalam tiga kelompok, yaitu: (a) Pemimpin yang luar biasa, (b) Pemimpin yang baik, dan (c) Pengikut.
Sedangkan realitas kepemimpinan menggolongkan dua macam pemimpin, yakni "pemimpin sebagai BOSS" dan "pemimpin sebagai PELAYAN". Karakter dominan seorang pemimpin yang "luar biasa" adalah ambisi, memandu, determinasi, ulet, tabah. Pemimpin yang "baik" mempunyai karakter yang tulus, team player, sabar dan filosofis. Sedangkan "pengikut", kata kuncinya adalah: puas, kerja keras, tidak berambisi, dan tidak mementingkan diri sendiri. Mungkin Anda bukan pengikut, tapi pemimpin. Pemimpin sebagai boss bergantung kepada pengikutnya, sedangkan pemimpin sebagai pelayan akan menghidupi banyak orang karena ia memimpin dengan karakter, metoda dan prilaku kepemimpinan yang benar.
Kenneth Blanchard dan kawan kawan, dalam Leadership by The Book, mengungkapkan tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yakni:

1. Karakter Kepemimpinan: "Hati Yang Melayani"

Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri yang menuntut suatu transformasi hati dan perubahan karakter; kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Identifikasinya adalah:
  • Orientasi kepemimpinannya adalah melayani kepentingan pengikut dan publik yang dipimpinnya.
  • Menurut John C. Maxwell, dalam Developing the Leaders Around You, “Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat”.
  • Memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Wujudnya adalah kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
  • Akuntabilitas. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada setiap anggota organisasinya dan publik.
Pemimpin yang melayani berarti pemimpin yang mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya, dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.

Aribowo Prijosaksono mengangkat istilah "Q-Leaders". Kepemimpinan Q yang memiliki empat makna, yaitu:

  • Intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi.
  • Quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
  • Qi (bahasa Mandarin, chi, artinya energi kehidupan).
  • Qolbu atau inner self. Dipopulerkan oleh Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya.
Menurut John C. Maxwell, “satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut”.

2. Metoda Kepemimpinan: "Kepala Yang Melayani"

Seorang pemimpin sejati harus memiliki metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali. Metoda kepemimpinan tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, mengungkapkan ada 3 metoda kepemimpinan yang dapat diajarkan, yaitu:

  • Visi. Visi memberikan energi, menciptakan realitas, informatif, menentukan fokus dan arah. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.
  • Respon. Pemimpin harus selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan dan tantangan organisasinya.
  • Performance Coach. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan bawahannya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
3. Perilaku Kepemimpinan: "Tangan Yang Melayani"
Seorang pemimpin mempunyai 4 perilaku efektif, yaitu:

  • Pemimpin bertekad memuaskan mereka yang dipimpinnya dan sungguh-sungguh rindu untuk memuaskan Tuhan. Dalam pikiran, perkataan dan perbuatan, lakukan seperti untuk Tuhan.
  • Tidak mengabaikan kebutuhan spiritual. Kesuksesan duniawi harus dilengkapi secara rohani. Kekayaan dan kemakmuran adalah media untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
  • Belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.
  • Harmonisasi diri dengan komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama melalui refleksi, doa, dan Firman Tuhan.
Sebagai refleksi kepemimpinan, Danah Zohar penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, mengatakan bahwa salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani. Pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki spiritualitas yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati. Oleh sebab itu, mulailah memimpin dengan sikap-sikap seperti: mawas diri, yakin, pengendalian diri, simpati, merasa memiliki, penatalayanan, dan bertahan.
Jika Anda termasuk pemimpin yang kompeten, memimpinlah dengan value yang relevan, yakni:

  • Apresiasi,
  • Harapan dan optimisme,
  • Berikan pengetahuan dan cara-cara baru,
  • Keteladanan,
  • Inspirasi, dan
  • Ketenaran.
Ingatlah bahwa bawahan Anda tidak senang bekerja dengan pemimpin yang tidak dikenal luas, tidak berbakat, tidak menarik, tidak ahli dan merupakan orang upahan! Siapa yang terbesar di antara kamu, dialah pelayanmu.
 
Di kutip dari artikel Pemimpin Besar 
oleh Riwon Alfrey

Rabu, 16 Maret 2011

Hakikat Pemimpin

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya
pemimpin. Di dalam kehidupan rumah tangga diperlukan adanya
pemimpin atau kepala Keluarga. Di sebuah Negara ada Presidennya.

Ini semua menunjukkan betapa penting kedudukan pemimpin dalam suatu
masyarakat, baik dalam skala yang kecil apalagi skala yang besar.

Dari pengantar di atas, terasa dan terbayang sekali betapa dalam
pandangan terhadap "pemimpin" yang mempunyai kedudukan yang sangat
penting, karenanya siapa saja yang menjadi pemimpin tidak boleh
dan jangan sampai menyalahgunakan kepemimpinannya untuk hal-hal yang
tidak benar.

Karena itu, para pemimpin dan orang-orang yang dipimpin harus memahami
hakikat kepemimpinan dalam pandangan yang mendalam sbb :

1. Tangung Jawab, Bukan Keistimewaan.

Ketika seseorang diangkat atau ditunjuk untuk memimpin suatu lembaga
atau institusi, maka ia sebenarnya mengemban tanggung jawab yang besar
sebagai seorang pemimpin yang harus mampu mempertanggung jawabkannya,.

Bukan hanya dihadapan manusia tapi juga dihadapan Allah. Oleh karena
itu, jabatan dalam semua level atau tingkatan bukanlah suatu
keistimewaan sehingga seorang pemimpin atau pejabat tidak boleh
merasa menjadi manusia yang istimewa sehingga ia merasa harus
diistimewakan dan ia sangat marah bila orang lain tidak
mengistimewakan dirinya.

2. Pengorbanan, Bukan Fasilitas

Menjadi pemimpin atau pejabat bukanlah untuk menikmati kemewahan atau
kesenangan hidup dengan berbagai fasilitas duniawi yang menyenangkan,
tapi justru ia harus mau berkorban dan menunjukkan pengorbanan, apalagi
ketika masyarakat yang dipimpinnya berada dalam kondisi sulit dan
sangat sulit.

Karena itu menjadi terasa aneh bila dalam anggaran belanja negara atau
propinsi dan tingkatan yang dibawahnya terdapat anggaran dalam
puluhan bahkan ratusan juta untuk membeli pakaian bagi para pejabat,
padahal ia sudah mampu membeli pakaian dengan harga yang mahal
sekalipun dengan uangnya sendiri sebelum ia menjadi pemimpin atau pejabat.

3. Kerja Keras, Bukan Santai.

Para pemimpin mendapat tanggung jawab yang besar untuk menghadapi dan
mengatasi berbagai persoalan yang menghantui masyarakat yang
dipimpinnya untuk selanjutnya mengarahkan kehidupan masyarakat untuk
bisa menjalani kehidupan yang baik dan benar serta mencapai kemajuan dan
kesejahteraan.

Untuk itu, para pemimpin dituntut bekerja keras dengan penuh kesungguhan
dan optimisme.

4. Melayani, Bukan Sewenang-Wenang.

Pemimpin adalah pelayan bagi orang yang dipimpinnya, karena itu menjadi
pemimpin atau pejabat berarti mendapatkan kewenangan yang besar untuk
bisa melayani masyarakat dengan pelayanan yang lebih baik dari pemimpin
sebelumnya

Oleh karena itu, setiap pemimpin harus memiliki visi dan misi pelayanan
terhadap orang-orang yang dipimpinnya guna meningkatkan kesejahteraan
hidup, ini berarti tidak ada keinginan sedikitpun untuk membohongin
rakyatnya apalagi menjual rakyat, berbicara atas nama rakyat atau
kepentingan rakyat padahal sebenarnya untuk kepentingan diri, keluarga
atau golongannya.
Bila pemimpin seperti ini terdapat dalam kehidupan kita, maka ini adalah
pengkhianatan yang paling besar.

5. Keteladanan dan Kepeloporan, Bukan Pengekor.

Dalam segala bentuk kebaikan, seorang pemimpin seharusnya menjadi
teladan dan pelopor, bukan malah menjadi pengekor yang tidak memiliki
sikap terhadap nilai-nilai kebenaran dan kebaikan. Ketika seorang pemimpin
menyerukan kejujuran kepada rakyat yang dipimpinnya, maka ia telah
menunjukkan kejujuran itu. Ketika ia menyerukan hidup sederhana dalam
soal materi, maka ia tunjukkan kesederhanaan bukan malah kemewahan.
Masyarakat sangat menuntut adanya pemimpin yang bisa menjadi pelopor
dan teladan dalam kebaikan dan kebenaran..

Dari penjelasan di atas, kita bisa menyadari betapa penting kedudukan
pemimpin bagi suatu masyarakat, karenanya jangan sampai kita salah
memilih pemimpin, baik dalam tingkatan yang paling rendah seperti
kepala rumah tanggai, ketua RT, pengurus masjid, lurah dan camat apalagi
sampai tingkat tinggi seperti anggota parlemen, bupati atau walikota,
gubernur, menteri dan presiden.

Karena itu, orang-orang yang sudah terbukti tidak mampu memimpin,
menyalahgunakan kepemimpinan untuk misi yang tidak benar dan orang-orang
yang kita ragukan untuk bisa memimpin dengan baik dan kearah kebaikan,
tidak layak untuk kita percayakan menjadi pemimpin.

Di kutip dari artikel "Hakikat Kepemimpinan" oleo gsn-soeki.com

Sabtu, 12 Maret 2011

Kepemimpinan yang Melayani


Kepemimpinan sering diartikan dengan jabatan formal, yang justru menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin atau pejabat yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
Sebuah buku yang menarik tentang kepemimpinan yang melayani (servant leadership) ditulis oleh Dr. Kenneth Blanchard dan kawan kawan, berjudul Leadership by The Book (LTB). Ken Blanchard adalah juga co-author dari buku-buku manajemen yang sangat laris, seperti The One Minute Manager, Raving Fans, Gung Ho, dan Everyone’s Coach. Buku LTB mengisahkan tentang tiga orang karakter yang mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, yaitu seorang pendeta, seorang professor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di dunia bisnis. Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).
Hati Yang Melayani (Karakter Kepemimpinan)Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu:
Tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini.
Seorang pemimpin sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Kepala Yang Melayani (Metoda Kepemimpinan)Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu:
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Bahkan dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi.
Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.
Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
Tangan Yang Melayani (Perilaku Kepemimpinan)Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu:
Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuatnya.
Pemimpin sejati fokus pada hal-hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dan sebagainya.
Setiap hari senantiasi menselaraskan (recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman Tuhan).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership).
Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Di kutip dari artikel "Kepemimpinan yang melayani"
Oleh HENDRY RISJAWAN
- Training & Development Dept.
   PT A.J. Central Asia Raya (CAR) 

Rabu, 09 Maret 2011

Bagaimana Memanfaatkan The Server Secara Efektif

a. Bukalah mata dan hati kita terlebih dahulu.
b. Sadarilah bahwa kita bisa belajar apa pun dari sumber
mana pun.
c. Selalu introspeksi terhadap diri kita sendiri.
d. Cerna semuanya terlebih dahulu, jangan pernah
menelannya langsung bulat-bulat.
e. Catat hal-hal penting yang cocok dengan kondisi kita
masing-masing.
f. Laksanakan apa yang seharusnya kita lakukan.
g. Praktikkan di lingkungan terdekat terlebih dahulu.

I WILL DO MORE

I am only one, but I am one.
I cannot do everything, but I can do something.
And what I can do, I ought to do.
And what I ought to do, by the grace of God,
I will do.
I will do more than belong...I will participate.
I will do more than care...I will help.
I will do more than believe...I will practice.
I will do more than be fair...I will be kind.
I will do more than dream...I will work.
I will do more than teach...I will inspire.
I will do more than earn...I will enrich.
I will do more than give...I will serve.
I will do more than live...I will grow.
I will do more than talk...I will act.
I will be more than good...I will be good
for something.
- Anonymous -

Sekapur Sirih - James Gwee

Indonesia merupakan sebuah negara besar dengan jumlah
penduduk yang sangat melimpah. Selain sumber daya alam,
sumber daya manusia yang melimpah tersebut menjadi modal
utama Indonesia dalam menggapai cita-cita memakmurkan
bangsa. Namun, semua modal tersebut tidak akan berguna jika
Indonesia gagal berjalan pada rel yang benar dan dipimpin oleh
aparatur yang berwibawa, bermartabat, dan tegas. Kepemimpinan
menjadi isu sentral dalam perspektif ini.
Buku ini mengajak kita untuk memahami kemampuan
kepemimpinan sekaligus nilai-nilai luhur di dalamnya yang
ternyata bisa kita mulai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak
perlu melihat terlalu jauh ke tingkat pemimpin nasional atau
internasional. Cukup lihat diri kita sendiri, coba praktikkan nilainilai
dan kebiasaan kepemimpinan, serta lihatlah hasilnya nanti.
Saya yakin, isi buku ini akan sangat bermanfaat bagi seluruh
masyarakat Indonesia, apa pun profesinya, dari mana pun latar
belakangnya, dan tak peduli strata sosialnya. Kebiasaan seharihari
pemimpin bisa diterapkan oleh siapa pun agar hidupnya lebih
berkualitas. Jika semuanya sudah diterapkan di seluruh lapisan
masyarakat maka bolehlah kita berharap suatu hari nanti akan
muncul pemimpin-pemimpin yang berkualitas. Bukan pemimpin
instant, tetapi pemimpin yang memang sudah ditempa lewat
proses panjang dalam kehidupan sehari-hari.
Congratulations, Urgyen Rinchen Sim, my friend dan semoga
buku ini bisa dibaca dan memberikan manfaat pada seluruh
masyarakat Indonesia.

Special Foreword From Ruben Gonzales

Most people think of leadership as a skill
that should only be owned by a handful of
people. They are the formal leaders such as heads
of state, heads of government, the king, senior
state officials, military heads, the heads of the
institutions and the like. Or informal leaders
such as non profit organization chairman,
president of association, or religious leaders.
While many times, ordinary people, feel no need
to learn leadership skills.
My friend Urgyen Rinchen Sim has written a special book. In
leadership, he shows people how to become self leaders. How to control
themselves, motivate themselves, and how to become a better leader
to become more successful both personally and professionally. The
examples in this book are not just from famous people, but also from
ordinary people.
An athlete for example, could not be a champion if he did not train
hard and regularly. He could not train hard and regularly, if he did
not have an adequate level of discipline. Level of self discipline is one of the main skills of a leader. Without discipline there is no leadership.
So, athletes should be able to lead themselves first, to train hard, and
regularly, before conquering opponents.
Also, what is discussed in this book is not just theory, but practice
in everyday life, plus case examples. There are many books that contain
these things. And this book became one of the main sources for you who
thirst for leadership skills, with different viewpoints. Sim, make the
viewpoints more down to earth, easily understood and easily practiced.
Hope you can enjoy this amazing book.

Kepemimpinan Sejati

Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.
Hal ini dikatakan dengan lugas oleh seorang jenderal dari Angkatan Udara Amerika Serikat:

”I don’t think you have to be
wearing stars on your shoulders or a title to be a leader. Anybody who wants to raise his hand can be a leader any time.”
—General Ronal Fogleman, US Air Force—

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
Ketika pada suatu hari filsuf besar Cina, Lao Tsu, ditanya oleh muridnya tentang siapakah pemimpin yang sejati, maka dia menjawab:
As for the best leaders, the people do not notice their existence.
The next best, the people honour
And praise.
The next, the people fear, And the next the people hate.
When the best leader’s work is done, The people say, ‘we did it ourselves’.

Justru seringkali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka.
Saya menyaksikan sendiri dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27 tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.

Karakter Seorang Pemimpin Sejati
Setiap kita memiliki kapasitas untuk menjadi pemimpin. Dalam tulisan ini saya memperkenalkan sebuah jenis kepemimpinan yang saya sebut dengan Q Leader. Kepemimpinan Q dalam hal ini memiliki empat makna. Pertama, Q berarti kecerdasan atau intelligence (seperti dalam IQ – Kecerdasan Intelektual, EQ – Kecerdasan Emosional, dan SQ – Kecerdasan Spiritual). Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan IQ—EQ—SQ yang cukup tinggi. Kedua, Q Leader berarti kepemimpinan yang memiliki quality, baik dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
Ketiga, Q Leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi (dibaca ‘chi’ – bahasa Mandarin yang berarti energi kehidupan). Makna Q keempat adalah seperti yang dipopulerkan oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati adalah seseorang yang sungguh-sungguh mengenali dirinya (qolbu-nya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau kadar Q (intelligence – quality – qi — qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.
Untuk menutup tulisan ini, saya merangkum kepemimpinan Q dalam tiga aspek penting dan saya singkat menjadi 3C , yaitu:
1. Perubahan karakter dari dalam diri (character change)
2. Visi yang jelas (clear vision)
3. Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence)
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal (pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis, pengetahuan, dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain (pengembangan kemampuan interpersonal dan metoda kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell: ”The only way that I can keep leading is to keep growing. The day I stop growing, somebody else takes the leadership baton. That is the way it always it.” Satu-satunya cara agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil alih kepemimpinan tersebut.



- berbagai sumber -